Potensi, Peluang dan Kendala Pemanfaatan Pestisida nabati
Potensi
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terluas kedua di dunia setelah Brazil (mega-biodiversity), sehingga memiliki berbagai jenis tumbuhan. Tumbuhan merupakan gudang bahan kimia yang kaya akan kandungan berbagai jenis bahan aktif. Dikenal suatu kelompok bahan aktif yang disebut “produk metabolit sekunder” (secondary metabolic products), namun fungsinya bagi tumbuhan tersebut dalam proses metabolisme kurang jelas. kelompok ini berperan penting dalam berinteraksi atau berkompetisi, termasuk melindungi diri dari gangguan pesaingnya. Produk metabolit sekunder ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif pestisida nabati.
Hama relatif lambat berkembang menjadi resisten terhadap pestisida nabati, karena pestisida nabati tidak hanya mengandung satu jenis bahan aktif (single active ingredient), namun terdiri atas beberapa jenis bahan aktif (multiple active ingredient). Perkembangan resistensi lebih cepat terjadi pada insektisida tunggal dibandingkan dengan insektisida ganda atau campuran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pestisida nabati cukup efektif terhadap beberapa jenis hama, baik hama di lapangan, rumah tangga (nyamuk dan lalat) maupun di gudang. Beberapa jenis pestisida nabati efektif mengendalikan hama gudang diantaranya biji bengkuang, akar tuba, abu serai dapur, kayu manis dan brotowali. Tidak hanya terbatas terhadap hama serangga, pestisida nabati juga efektif terhadap hama keong mas, sebagai rodentisida. Manfaat pestisida nabati juga dapat dirasakan di rumah tangga yaitu terhadap rayap.
(klik read more untuk baca selanjutnya......)
Peluang
Meningkatnya kesejahteraan suatu bangsa, maka meningkat pula kebutuhannya baik kuantitas maupun kualitas. Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah makanan yang berkualitas, sehat dan aman dikonsumsi, terhindar dari pencemaran bahan kimia beracun seperti pestisida. Untuk menghasilkan pangan yang sehat dan aman (toyiban food) antara lain dapat melalui gerakan pertanian organik, yang melarang penggunaan pestisida kimia sintetis menggantinya dengan pestisida nabati dan cara pengendalian alami lainnya. Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan penggunaan pestisida nabati yang bersahabat dengan lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia.
Kebutuhan pestisida nabati saat ini tidak terbatas kepada bidang pertanian, tetapi sudah meluas kepada ke arah hama rumah tangga, seperti pengendalian nyamuk. Hal ini ditunjang oleh beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa pestisida nabati dapat digunakan untuk mengendalikan hama pemukiman (Urban Pest). Saat ini anti nyamuk demam berdarah dengan bahan aktif dari tanaman (pestisida nabati) melalui kerja sama dengan perusahaan nasional yang bergerak di bidang ini. Pestisida nabati juga akan digunakan sebagai bahan pembersih lantai, kaca, antiseptik dan lainnya untuk kebersihan di rumah tangga, rumah sakit, gedung perkantoran dan lainnya melalui kerjasama dengan PT. Petrokimia Gresik yang mulai peduli dengan kesehatan lingkungan. Pestisida nabati sudah banyak diminati oleh masyarakat pertanian di dalam dan di luar negeri, misalnya pestisida nabati mimba (Azadirachta indica) yang diekspor ke Taiwan dan Jepang, akhir-akhir ini Thailand meminta pula untuk dikirimi. Hal ini terlepas dari hasil penelitian kemanjuran mimba terhadap beberapa jenis hama tanaman.
Sebagai contoh, dari sekian banyak pestisida nabati, minyak atsiri selasih (Ocimum sp) dan Melaleuca bracteata yang merupakan atraktan nabati pengendali hama lalat buah paling banyak peminatnya. Hal ini karena hama lalat buah merupakan hama utama pada tanaman hortikultura dan sampai saat ini masih sulit dan mahal pengendaliannya. Apabila pestisida nabati ini dikembangkan selain dapat mengendalikan hama lalat buah, petani juga mendapat penghasilan tambahan dari penjualan pestisida nabati.
Kendala
Pemanfaatan pestisida nabati dalam kegiatan bertani dianggap sebagai cara pengendalian yang ramah lingkungan, sehingga diperkenankan penggunaannya dalam kegiatan pertanian organik. Namun demikian dalam pengembangannya di Indonesia, terdapat beberapa kendala, antara lain: (1) pestisida nabati tidak bereaksi cepat (knockdown) atau relatif lambat membunuh hama, tidak seperti pestisida kimia sintetik yang relatif cepat dan hal ini disukai petani, sehingga mereka lebih memilih pestisida kimia sintetik dalam kegiatan pengendalian OPT, (2) Membanjirnya produk pestisida ke Indonesia, salah satunya dari China, yang harganya lebih murah serta longgarnya peraturan pendaftaran dan perizinan pestisida di Indonesia kondisi ini membuat jumlah pestisida yang beredar di pasaran semakin bervariasi dan hingga saat ini tercatat sekitar 3.000 jenis pestisida yang beredar di Indonesia. hal ini membuat para pengguna/petani mempunyai banyak pilihan dalam penggunaan pestisida kimia sintetik karena bersifat instan sehingga menghambat pengembangan penggunaan pestisida nabati, (3) Bahan baku pestisida nabati relatif masih terbatas karena kurangnya dukungan pemerintah (Political Will) dan kesadaran petani terhadap penggunaan pestisida nabati masih rendah, sehingga enggan menanam atau memperbanyak tanamannya, (4) peraturan perizinan pestisida nabati yang disamakan dengan pestisida kimia sintetik membuat pestisida nabati sulit mendapatkan izin edar dan diperjualbelikan. Akibatnya, apabila tersedia dana untuk kegiatan yang memerlukan pestisida dalam jumlah yang banyak maka pilihan jatuh kepada pestisida kimia sintetik karena salah satu persyaratan dalam pembeliannya adalah sudah terdaftar dan diizinkan penggunaannya.
Sumber: Majalah Sinar Tani Edisi 15-21 April 2009 No. 3299 tahun XXXIX. Hal. 4
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terluas kedua di dunia setelah Brazil (mega-biodiversity), sehingga memiliki berbagai jenis tumbuhan. Tumbuhan merupakan gudang bahan kimia yang kaya akan kandungan berbagai jenis bahan aktif. Dikenal suatu kelompok bahan aktif yang disebut “produk metabolit sekunder” (secondary metabolic products), namun fungsinya bagi tumbuhan tersebut dalam proses metabolisme kurang jelas. kelompok ini berperan penting dalam berinteraksi atau berkompetisi, termasuk melindungi diri dari gangguan pesaingnya. Produk metabolit sekunder ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif pestisida nabati.
Hama relatif lambat berkembang menjadi resisten terhadap pestisida nabati, karena pestisida nabati tidak hanya mengandung satu jenis bahan aktif (single active ingredient), namun terdiri atas beberapa jenis bahan aktif (multiple active ingredient). Perkembangan resistensi lebih cepat terjadi pada insektisida tunggal dibandingkan dengan insektisida ganda atau campuran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pestisida nabati cukup efektif terhadap beberapa jenis hama, baik hama di lapangan, rumah tangga (nyamuk dan lalat) maupun di gudang. Beberapa jenis pestisida nabati efektif mengendalikan hama gudang diantaranya biji bengkuang, akar tuba, abu serai dapur, kayu manis dan brotowali. Tidak hanya terbatas terhadap hama serangga, pestisida nabati juga efektif terhadap hama keong mas, sebagai rodentisida. Manfaat pestisida nabati juga dapat dirasakan di rumah tangga yaitu terhadap rayap.
(klik read more untuk baca selanjutnya......)
Peluang
Meningkatnya kesejahteraan suatu bangsa, maka meningkat pula kebutuhannya baik kuantitas maupun kualitas. Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah makanan yang berkualitas, sehat dan aman dikonsumsi, terhindar dari pencemaran bahan kimia beracun seperti pestisida. Untuk menghasilkan pangan yang sehat dan aman (toyiban food) antara lain dapat melalui gerakan pertanian organik, yang melarang penggunaan pestisida kimia sintetis menggantinya dengan pestisida nabati dan cara pengendalian alami lainnya. Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan penggunaan pestisida nabati yang bersahabat dengan lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia.
Kebutuhan pestisida nabati saat ini tidak terbatas kepada bidang pertanian, tetapi sudah meluas kepada ke arah hama rumah tangga, seperti pengendalian nyamuk. Hal ini ditunjang oleh beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa pestisida nabati dapat digunakan untuk mengendalikan hama pemukiman (Urban Pest). Saat ini anti nyamuk demam berdarah dengan bahan aktif dari tanaman (pestisida nabati) melalui kerja sama dengan perusahaan nasional yang bergerak di bidang ini. Pestisida nabati juga akan digunakan sebagai bahan pembersih lantai, kaca, antiseptik dan lainnya untuk kebersihan di rumah tangga, rumah sakit, gedung perkantoran dan lainnya melalui kerjasama dengan PT. Petrokimia Gresik yang mulai peduli dengan kesehatan lingkungan. Pestisida nabati sudah banyak diminati oleh masyarakat pertanian di dalam dan di luar negeri, misalnya pestisida nabati mimba (Azadirachta indica) yang diekspor ke Taiwan dan Jepang, akhir-akhir ini Thailand meminta pula untuk dikirimi. Hal ini terlepas dari hasil penelitian kemanjuran mimba terhadap beberapa jenis hama tanaman.
Sebagai contoh, dari sekian banyak pestisida nabati, minyak atsiri selasih (Ocimum sp) dan Melaleuca bracteata yang merupakan atraktan nabati pengendali hama lalat buah paling banyak peminatnya. Hal ini karena hama lalat buah merupakan hama utama pada tanaman hortikultura dan sampai saat ini masih sulit dan mahal pengendaliannya. Apabila pestisida nabati ini dikembangkan selain dapat mengendalikan hama lalat buah, petani juga mendapat penghasilan tambahan dari penjualan pestisida nabati.
Kendala
Pemanfaatan pestisida nabati dalam kegiatan bertani dianggap sebagai cara pengendalian yang ramah lingkungan, sehingga diperkenankan penggunaannya dalam kegiatan pertanian organik. Namun demikian dalam pengembangannya di Indonesia, terdapat beberapa kendala, antara lain: (1) pestisida nabati tidak bereaksi cepat (knockdown) atau relatif lambat membunuh hama, tidak seperti pestisida kimia sintetik yang relatif cepat dan hal ini disukai petani, sehingga mereka lebih memilih pestisida kimia sintetik dalam kegiatan pengendalian OPT, (2) Membanjirnya produk pestisida ke Indonesia, salah satunya dari China, yang harganya lebih murah serta longgarnya peraturan pendaftaran dan perizinan pestisida di Indonesia kondisi ini membuat jumlah pestisida yang beredar di pasaran semakin bervariasi dan hingga saat ini tercatat sekitar 3.000 jenis pestisida yang beredar di Indonesia. hal ini membuat para pengguna/petani mempunyai banyak pilihan dalam penggunaan pestisida kimia sintetik karena bersifat instan sehingga menghambat pengembangan penggunaan pestisida nabati, (3) Bahan baku pestisida nabati relatif masih terbatas karena kurangnya dukungan pemerintah (Political Will) dan kesadaran petani terhadap penggunaan pestisida nabati masih rendah, sehingga enggan menanam atau memperbanyak tanamannya, (4) peraturan perizinan pestisida nabati yang disamakan dengan pestisida kimia sintetik membuat pestisida nabati sulit mendapatkan izin edar dan diperjualbelikan. Akibatnya, apabila tersedia dana untuk kegiatan yang memerlukan pestisida dalam jumlah yang banyak maka pilihan jatuh kepada pestisida kimia sintetik karena salah satu persyaratan dalam pembeliannya adalah sudah terdaftar dan diizinkan penggunaannya.
Sumber: Majalah Sinar Tani Edisi 15-21 April 2009 No. 3299 tahun XXXIX. Hal. 4
pupuk organik : makin byk petani yg gunakan bahan kimia untuk pupuk & herbisida dan berlangsung bertahun-tahun ,akibatnya kesuburan tanah berkurang
BalasHapusUntuk kesehatan dan peningkatan produktivitas, pemakaian herbisida hayati lebih dianjurkan daripada pestisida kimia.
BalasHapus