TANAMAN MAHONI




Mahoni merupakan tanaman kehutanan selain Jati yang cukup terkenal di masyarakat. Mahoni (Swietenia spp), dengan nama perdagangan lokal Mahoni berasal dari Amerika tengah dan Selatan. Pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1872 dari India. Mulai dikembangkan dalam skala luas di Jawa pada tahun 1897.

Pohon ini termasuk keluarga Meliaceae dan di Indonesia terdapat dua jenis yaitu Swietenia macrophyllia King (Mahoni daun besar) dan Swietenia mahagoni Jaq. (Mahoni daun kecil). Mahoni daun lebar memiliki pertumbuhan relatif lebih cepat dibandingkan mahoni daun kecil. Pohon dengan tajuk rindang, berbentuk kubah dan menggugurkan daun sebagian pada musim kemarau. Banyak terdapat pada derah iklim tropis basah sampai daerah beriklim musim (tipe iklim A – C menurut Schmidt – Ferguson).

Namun demikian dilaporkan pada daerah kurang hujanpun (tipe D) jenis pohon ini dilaporkan masih dapat tumbuh. Jenis ini tumbuh baik pada dataran rendah sampai 1000 meter di atas permukaan air laut, pada berbagai jenis tanah bebas genangan dan reaksi tanahnya sedikit asam – basa. Kayunya sangat baik untuk bahan bangunan, kayu lapis dan meubel. Kayu termasuk klas awet III – IV dan klas kuat III.

 

BAB I I . PEMBUATAN BIBIT

1. Pengadaan biji

Untuk memperoleh produktivitas kayu dan mutu tegakan yang tinggi perlu diupayakan pemakaian bibit yang baik. Bibit yang baik diperoleh dari tegakan benih yang telah berumur lebih dari 20 tahun. Pengunduhan dilakukan apabila buah sudah masak yang berwarna coklat tua. Untuk setiap satu kilogram biji yang berkualitas baik berisi ± 2.300 butir/kg. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan biji :

1.    Diambil dari pohon yang pertumbuhannya baik dan jelas asal usulnya

2.    Bermutu baik, sehat dan tidak terserang hama penyakit

 

2. Penaburan biji

a)    Kebutuhan biji untuk membuat bibit sebanyak 400.000 batang diperlukan ± 289,86 kg. Sebelum dilakukan penaburan, sayap biji digunting. Media tabur yang digunakan adalah tanah dicampur pasir dengan perbandingan 2 : 1, kemudian disaring dengan kawat saringan berukuran 2 mm. Sebelum dipakai sebaiknya media tersebut disterilkan terlebih dahulu. Untuk mencegah serangan hama-penyakit, bedeng tabur dibuat setinggi ± 1 meter dari permukaan tanah. Penaburan benih dilakukan secara merata ke seluruh permukaan media dengan jarak 2 x 1 cm pada bedengan tabur ukuran 5 x 1 m atau 2 x 1 m. Biji ditanam tanpa sayap dengan bagian biji yang tebal sebelah bawah. Bedeng tabur diberi naungan.

b)   Cara lain penaburan biji dapat dilakukan ke kontainer atau kantong plastik yang sudah diberi lobang-lobang kecil. Media yang digunakan adalah sama dengan yang digunakan untuk penyapihan bibit seperti diuraikan pada bagian penyapihan di butir 2 (dua). Pada cara ini tidak diperlukan penyapihan bibit, tetapi diperlukan penyulaman pada kantong plastik yang bijinya tidak tumbuh. Perlakuan selayaknya sama seperti bibit yang disapih (lihat butir 2). Untuk menjaga kelembaban pada bedeng tabur, harus dilakukan penyiraman secara hati-hati.

 

 

 

3. Penyapihan

Benih mulai berkecambah ± pada hari ke 5 setelah penaburan. Pada umur 2 – 3 minggu atau kecambah sudah mempunyai 2 – 4 helai daun dapat dipindahkan ke dalam kantong plastik dengan ukuran 8 x 15 cm yang telah diisi media. Media yang digunakan beragam, yang penting media tersebut berareasi baik dan cukup mengandung hara mineral, antara lain dapat berupa campuran tanah humus dan pasir atau tanah mineral, kompos dan pasir. Komposisi yang umum dipakai adalah campuran pasir, tanah dan kompos dengan perbandingan 7 : 2 : 1.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyapihan bibit antara lain :

a)    Pencabutan semai dari bedeng tabur harus hati-hati dan akar tidak boleh patah/rusak.

b)   Semai ditanam dalam kantong plastik atau kontainer lain berdiri tegak dan akar semai jangan melipat.

c)    Semai terhindar dari luka

d)    Penyapihan dilakukan pada pagi hari atau sore hari dan dilakukan dibawah naungan (sarlon)

Bibit persemaian siap ditanam di lapangan setelah berumur ± 6 bulan. Ukuran tinggi bibit ± 25 cm (dari pangkal batang sampai ujung daun), bagian batang bibit berkayu, diameter bibit > 2 mm, sehat dan segar. Dalam kasus tertentu jenis tanaman ini dapat ditanam dengan menggunakan bibit berupa stump (panjang 20 – 40 cm) atau bibit puteran dengan tinggi 25 cm. Pembuatan stump dilakukan di persemaian. Bibit yang digunakan untuk pembuatan bibit stump yang sudah mencapai tinggi 50 cm.

 

4. Pemeliharaan

1.    Penyiraman dan pemupukan

Untuk memperoleh bibit yang berkualitas baik dalam jumlah yang memadai, perlu dilakukan pemeliharaan setelah kegiatan penyapihan. Kegiatan ini berupa penyiraman, penyiangan dan pemupukan. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan secara hati-hati, menggunakan sprayer gendong dengan butiran air halus (kabut). Penyiangan terhadap gulma yang tumbuh pada kantong plastik dilakukan setiap hari. Pemupukan pertama dengan NPK dilakukan sewaktu mencampur media tumbuh dengan dosis 1 gram (1 sendok teh) setiap kantong. Pemupukan kedua dan selanjutnya dilakukan setiap bulan dengan dosis yang sama.

b. Penanaman

Sebelum bibit diangkut ke lapangan terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk memilih bibit yang baik. Bibit yang akan ditanam sebaiknya dibiarkan selama 2 – 3 hari di tempat penampungan, dengan maksud memberi waktu bagi bibit untuk menyesuaikan diri dengan keadaan tempat tumbuh yang baru. Terhadap bibit ini perlu dilakukan perawatan seperti di persemaian, sehingga kondisi bibit tetap sehat dan segar. Dalam pengangkutan bibit agar diupayakan dalam pengangkutan bibit ke lapangan seaman mungkin.

Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, yaitu setelah curah hujan cukup merata. Pada saat bibit ditanam, kantong plastikl dilepas secara hati-hati supaya media tumbuh tetap utuh. Kemudian bibit dimasukkan kedalam lubang yang telah disiapkan, ditutup kembali dengan tanah serta dipadatkan. Jarak tanam yang dipakai seperti yang dianjurkan dalam rencana. Sistem penanaman yang digunakan dapat secara tumpangsari atau tanpa tumpangsari. Pada sistem tumpangsari sudah lazim dilakukan di Pulau Jawa, yaitu pesertanya diberi hak untuk menanam tanaman polowijo diantara tanaman pokok dan tanaman sela. Jenis tanaman sela yang umum digunakan adalah kemlandingan (Leucaena glauca Benth), yang ditanam di antara larikan tanaman pokok, dalam larikan selebar ± 20 cm dan tidak terputus.

Penanaman polowijo dilakukan sebelum penanaman tanaman pokok.

c. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan maksud agar tanaman muda ini mampu tumbuh menjadi tegakan akhir dengan kerapatan dan tingkat pertumbuhan yang diharapkan.

Pemeliharaan tanaman meliputi pekerjaan :

1.    Penyulaman

Dilakukan 1 – 2 bulan sesudah penanaman, yaitu sewaktu curah hujan masih banyak. Penyulaman berikutnya setelah tanaman di lapangan berumur 1 – 2 tahun serta dilakukan pada musim penghujan.

 

 

2.    Penyiangan dan pendangiran

Penyiangan dan pendangiran dilakukan minimal 3 kali setahun. Pada tahun pertama dan kedua sebaikanya dilakukan penyiangan total. Sedangkan pendangiran disekitar tanaman pokok dengan jari-jari 0,5 meter. Penyiangan ditujukan untuk membebaskan tanaman dari tumbuhan pengganggu.

Sedangkan pendangiran dimaksudkan untuk memperbaiki erosi dengan jalan menggemburkan tanah di sekeliling tanaman.

3.    Pemupukan

Pada areal yang kurang unsur hara, pemupukan sangat menolong pertumbuhan tanaman. Melalui analisa tanah, jenis dan dosis pupuk yang tepat dapat ditentukan.

4.    Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan cara fisik yaitu membuang bagian tanaman yang terserang hama atau penyakit atau cara kimia yaitu menggunakan bahan-bahan kimia.

5.    Pengendalian kebakaran

Swietenia macrophylla sangat peka terhadap api. Sekali terjadi kebakaran, tanaman muda akan musnah. Hal ini disebabkan pada batang jenis tanaman ini banyak mengandung getah (damar). Pada lahan hutan Tindakan pencegahan secara dini dapat dilakukan antara lain :

Ø  Membuat jalur sekat, jalur hijau secara jelas dan tegas

Ø  Pembentukan satuan tugas pengendali kebakaran dan mengaktifkan ronda api

Ø  Pembuatan sistem komunikasi yang menjangkau seluruh areal dan sekitarnya.


BAB III. PEMUNGUTAN HASIL

Pemungutan hasil hutan tanaman Mahoni (Swietenia mahagoni) dilakukan dengan pada umur 30 tahun dengan diameter 30 cm (asumsi pertumbuhan 1 cm pertahun). Pada lahan subur daur penebangan ditetapkan 30 tahun sedangkan untuk lahan yang kurang subur diperpanjang 40 – 50 tahun. Rata-rata tiap volume pada lahan subur 14,6 – 17,8 m3/ha/tahun pada umur 30 tahun, sedang pada lahan kurang subur pada umur 50 tahun dihasilkan rata-rata tiap volume 12,7 m3/ha/tahun.

 

Pustaka :

Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Teknik Pembuatan Tanaman Swietenia macrophylla King (Mahoni). Direktorat Hutan Tanaman Industri. Maret 1990.

Komentar

  1. mari hijaukan bumi kita, dengan menanam tanaman kehutanan dan yang lainnya...
    cintai bumi, sayangi lingkungan...
    bibit tanaman buah (bibit jeruk,kelengkeng,durian dll)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musuh Alami (Predator) pada Tanaman Padi

URET PADI

Kelompok Ternak Kambing KARYA PUTRA MANDIRI