PENGGUNAAN TANAMAN NAUNGAN DALAM BUDIDAYA TANAMAN KAKAO


Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulkcocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003).

Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulkcocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003).

Komoditi kakao dapat digunakan dalam berbagai macam produk. Biji buah kakao (cokelat) yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini banyak dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman, seperti susu, selai, roti, dan lain–lain. Buah cokelat yang tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak.

Konsumsi biji kakao dunia sedikit berfluktuasi dengan kecenderungan terus meningkat. Negara konsumen utama biji kakao dunia adalah Belanda yang mengkonsumsi 452 ribu ton pada tahun 2000/01. Konsumsi negara ini diperkirakan menurun menjadi 418 ribu ton tahun 2001/02 dan 440 ribu ton tahun 2002/03. Selain Belanda, konsumen besar lainnya adalah Amerika Serikat, diikuti Pantai Gading, Jerman dan Brazil yang masing masing mengkonsumsi 456 ribu ton, 285 ribu ton, 227 ribu ton dan 195 ribu ton pada tahun 2000/01. Diperkirakan pada tahun 2001/02 dan 2002/03 konsumsi negaranegara konsumen utama kakao dunia ini relatif stabil, kecuali Amerika Serikat dan Jerman yang sedikit mengalami penurunan (International Cocoa Organization, 2003).


Sementara itu konsumsi cokelat dunia masih didominasi oleh negara-negara maju terutama masyarakat Eropa yang tingkat konsumsi rata-ratanya sudah lebih dari 1,87 kg per kapita per tahun. Konsumsi per kapita tertinggi ditempati oleh Belgia dengan tingkat konsumsi 5,34 kg/kapita/tahun, diikuti Eslandia, Irlandia, Luxemburg, dan Austria masing-masing 4,88 kg, 4,77 kg, 4,36 kg dan 4,05 kg/kapita/tahun. Selanjutnya jika dilihat total konsumsi, maka konsumen terbesar cokelat adalah Amerika Serikat dengan total konsumsi 653 ribu ton atau rata-rata 2,25 ka/kapita/tahun pada tahun 2001/02. Negara konsumen besar lainnya adalah Jerman, Prancis, Inggris, Rusia dan Jepang dengan konsumsi masing-masing 283 ribu ton, 215 ribu ton, 208 ribu ton, 180 ribu ton dan 145 ribu ton. Pada kelompok negara produsen, hanya Brazil yang dapat dikategorikan sebagai konsumen cokelat utama dengan total konsumsi sebesar 105,2 ribu ton atau rata-rata 0,6 kg/kapita. Sedangkan, konsumsi negara produsen lainnya masih sangat rendah. Pantai Gading hanya mengkonsumsi 8,5 ribu ton, Ghana 10 ribu ton, Nigeria 14 ribu ton dan Indonesia 12 ribu ton (International Cocoa Organization, 2003).

Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor dan hanya sebagian kecilyang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagianbesar (78,5%) dalam bentuk biji kering (produk primer) dan hanya sebagian kecil(21,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalahAmerika Serikat, Malaysia, Brazil dan Singapura. Di sisi lain, Indonesia juga
Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagian besar (78,5%) dalam bentuk biji kering (produk primer) dan hanya sebagian kecil (21,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Amerika Serikat, Malaysia, Brazil dan Singapura. Di sisi lain, Indonesia juga mengimpor biji kakao yang akan digunakan untuk campuran bahan baku industri pengolahan dalam negeri. Negara asal impor biji kakao Indonesia antara lain Pantai Gading, Ghana dan Papua New Guinea (Goenadi et all, 2005)

Kondisi agroklimat, seperti ketinggian tempat, curah hujan, kondisi tanah, sifat kimia tanah, ketersediaan unsur hara tanah, dan toksitas sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) dan Pusat Penelitian Kopi & Kakao Jember, tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao digolongkan menjadi sesuai (S1), cukup sesuai (S2), agak sesuai (S3) dan tidak sesuai (N). Dengan demikian dapat diketahui tingkat kesesuaian penanaman kakao di suatu wilayah. Penilian tersebut didasarkan atas kondisi agroklimat, sifat fisik dan kimia tanah.

Pengembangan tanaman kakao memerlukan naungan dalam budidayanya. Tanpa persiapan lahan dan tanpa persiapan naungan yang baik, pengembangan tanaman kakao akan sulit diharapkan keberhasilannya. Pohon pelindung atau naungan ada dua jenis, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon pelindung tetap. Pohon pelindung sementara bermanfaat bagi tanaman yang belum menghasilkan, terutama yang tajuknya belum bertaut. Pohon pelindung tetap bermanfaat bagi tanaman yang telah mulai menghasilkan. Penanaman pohon pelindung tetap hendaknya dilakukan 12 – 18 bulan sebelum cokelat ditanam di lapangan. Hal ini mengisyaratkan bahwa cokelat harus sudah dibibitkan 4 – 6 bulan sebelumnya. Untuk tanaman penaung, biasanya digunakan Moghania macrophyla sebagai tanaman penaung sementara, dan tanaman Gamal (Gliricidia sp) atau Lamtoro (Leucaena sp) sebagai tanaman penaung tetap.

Pohon pelindung pada umumnya tidak memberikan tambahan nilai ekonomis kepada patani sehingga terasa kurang menarik. Secara umum, dalam budidaya kakao juga dihadapi masalah harga komoditi yang tidak menentu, kondisi lahan yang semakin menurun, serta mutlak diperlukannya naungan dalam budidayanya. Oleh karena itu,maka pola diversifikasi tanaman kakao merupakan peluang untuk pengembangan kakao dengan pemanfaatan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis. Tanaman penaung yang digunakan adalah tanaman-tanaman produktif seperti pisang sebagai penaung sementara, kelapa sebagai tanaman penaung tetap, ataupun tanaman lainnya sebagai tanaman tepi blok kebun.

Pisang (Musa paradisiaca)

Tanaman pisang dapat dimanfatkan sebagai tanaman penaung sementara dalam budidaya kakao. Tanaman pisang dapat ditanam dengan jarak tanam 6×3 m, sehingga di dalam lorong tanaman pisang arah utara-selatan dapat ditanam 2 baris tanaman kakao dengan jarak tanam 3×3 m. Sebagai tanaman penaung sementara, tanaman pisang dapat ditanam 6-12 bulan sebelum tanam kakao. Selanjutnya rumpun pisang dapat memelihara 2-3 anakan saja. Tanaman pisang dapat dipelihara sampai tahun ke 4 atau sesuai dengan keperluan dengan tetap memperhatikan tingkat penaungannya untuk tanaman kakao. Tata tanam kakao dengan pisang sebagai tanaman penaung sementara dapat digambarkan sebagai berikut :


x o o x o o x o o x o o x o o x

o o o o o o o o o o

x o o x o o x o o x o o x o o x

o o o o o o o o o o

x o o x o o x o o x o o x o o x

o o o o o o o o o o

x o o x o o x o o x o o x o o x

o o o o o o o o o o

x o o x o o x o o x o o x o o x


Keterangan

- Jarak tanam kakao 3 x 3 m (1100 ph/ha)

- Jarak tanam kelapa 6 x 3 m (550 ph/ha)

Barisan arah utara-selatan


Kelapa (Cocos nucifera)

Tanaman kelapa dapat digunakan sebagai tanaman penaung tetap untuk tanaman kakao. Dalam hal ini harus diatur agar persaingan minimal. Sebaran akar kakao terbanyak sampai radius 1 m dan sebaran akar kelapa terbanyak sampai radius 2 m, oleh karena itu perlu dibuat tatatanam dengan jarak antara kakao dan kelapa minimal 3 m. Dengan jarak tanam kelapa 10×10 m dan jarak tanam kakao 4×2 m dalam gawangan kelapa utara-selatan, maka dapat diperoleh pertanaman dengan populasi tanaman yang cukup yaitu tanaman kakao 1000 ph/ha dan kelapa 100 ph/ha. Sebagai penaung tanaman kakao, fungsi penaungan tanaman kelapa dapat diatur dengan melakukan siwingan (pangkasan) pelepah bila penaungannya terlalu gelap, terutama pada musim hujan. Demikian pula pada tanaman kelapa yang sudah cukup tua dan tinggi, apabila penaungannya kurang dapat ditambah tanaman penaung lain misalnya dengan lamtoro yang ditanam di diagonal tanaman kelapa. Tata tanam dalam penggunaan kelapa sebagai penaung kakao dapat disusun sebagaimana gambar berikut:


X o o X o o X o o X o o X

o o o o o o o o

o o o o o o o o

o o o o o o o o

o o o o o o o o

X o o X o o X o o X o o X

o o o o o o o o

o o o o o o o o

o o o o o o o o

o o o o o o o o

o o o o o o o o

X o o X o o X o o X o o X


Keterangan

- Jarak tanam kakao 4×2 m (1000 ph/ha)

- Jarak tanam kelapa 10×10 m (100 ph/ha)

- Jarak kakao-kelapa 3 m


Tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya

Tanaman kayu-kayuan atau tanaman lain yang mempunyai nilai ekonomis juga dapat dimanfaatkan sebagai penaung, tanaman sela, ataupun tanaman tepi dalam budidaya kakao. Tanaman Jati (Tectona grandis) dan Sengon (Albisia falcata) dapat dimanfaatkan sebagai tanaman tepi kebun ataupun tanaman sela pada pertanaman kakao. Pada pertanaman kakao tersebut tetap dimanfaatkan penaung Lamtoro atau Gamal, sedangkan Jati dan Sengon ditanam dalam barisan dua baris (double row) 3 x 2 m dengan jarak antar barisan jati atau sengon 24 – 30 m. Dengan tatatanam demikian terbentuk lorong diantara tanaman jati atau sengon, yang dapat ditanami tanama kakao 3×3 m Dalam hal ini jati, sengon atau tanaman kayu-kayuan yang lain dapat difungsikan sebagai tanaman penaung dan atau tanaman pematah angin.


x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +

x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +

x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +

x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +

x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +

x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +

x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +

x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +

x x o o . o o + + o o . o o x x o o . o o + +


Keterangan

- Jarak tanam kakao (3 x 3) m

- Jarak tanam Jati (3 x 2) m x 24-30 m

- Jarak tanam Sengon (3 x 2) m x 24-30 m


Penggunaan penaung tersebut perlu disusun dalam tatatanam yang tepat, sehingga dapat memberikan produksi yang optimal dan memberi manfaat konservasi lahan. Persiapan lahan, penyiapan bibit, dan saat tanam harus dilakukan dengan perencanaan yang tepat, sehingga pada saat tanam, bibit kakao siap tanam, dan tanaman penaung di lapangan siap berfungsi sebagai penaung. Selanjutnya dengan teknik budidaya yang benar akan dapat diperoleh tanaman kakao dengan pertumbuhan baik dan produksi yang tinggi.





Daftar Pustaka

Goenadi, D.H., Baon, J.B., Herman, dan Purwoto, A. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI.

Winarno, H. 2006. Budidaya Tanaman Kakao. Agromania



Komentar

  1. pupuk organik : Pemanfaatan lahan pertanian dgn tdk perhatian thd faktor kelestarian lingkungan makin membuat parah kondisi lahan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGENDALIAN PENYAKIT KARAT TUMOR (GALL RUST) PADA TANAMAN SENGON (Paraserianthes falcataria)

Musuh Alami (Predator) pada Tanaman Padi

Kelompok Ternak Kambing KARYA PUTRA MANDIRI